Sabtu, 16 Februari 2013

AWAL WAKTU SHALAT




A.    Dasar Pemikiran
Shalat merupakan Salah satu rukun Islam yang lima. Anjuran kewajiban shalat bagi setiap muslim langsung diterima rasulullah kepada sang pencipta pada saat beliau diIsra mirajkan. Oleh sebab itu, kewajiban shalat harus dilaksanakan sesuai yang diperintahkan oleh Allah Swt dan tata caranya sebagimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW. Shalat yang dimaksud adalah dzuhur, ashar, magrib, isya’ dan subuh.

Dengan demikian dasar waktu pelaksanaan shalat sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SAW :

ان الصلاة كا نت على المؤ منين كتابا موقوتا

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (Q.S. an-Nisa’ : 103)

Dan juga dijelaskan oleh Nabi SAW Sebagiman sabda beliau :

Dalam firman Allah tersebut diatas tentunya pengertian waktu yang dimaksud masih bersifat global dan kemudian dijelaskan dalam haidts Nabi SAW. Dalam hadits tersebut, berupa fenomena alam yang tentunya akan mengalami kesulitan dalam menentukan awal waktu shalat. Untuk menentukan awal waktu shalat dzuhur misalnya, kita harus keluar rumah melihat matahari berkulminasi. Demikian pula untuk menentukan waktu ashar kita keluar rumah dengan membawa tongkat kemudian mengukur dan membandingkan dengan panjang tongkat itu, dan seterusnya.

Berdasarkan firman Allah SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut diatas serta seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka untuk memudahkan kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu ditetapkan berdasarkan hasil hisab ditambah hisab waktu imsak, terbit matahari dan waktu dluha. 
Yang dimaksud waktu sholat dalam pengertian hisab ialah awal masuknya waktu sholat. Waktu sholat ditentukan berdasarkan posisi matahari diukur dari suatu tempat di muka bumi.Menghitung waktu sholat pada hakekatnya adalah menghitung posisi matahari sesuai  dengan yang kriteria yang ditentukan ditentukan.
   
B.     Beberapa Istilah

                Sebelum melakukan perhitungan awal waktu-waktu shalat, terdapat beberapa istilah penting yang 
                 harus dipahami yaitu :

1.      Lintang Tempat

Dihayalkan di permukaan bumi  ada sebuah lingkaran besar yang jaraknya sama, membagi bumi menjadi dua bagian yang sama besarnya (bumi bagian utara dan bumi bagian selatan). Lingkaran ini dinamakan Katulistiwa atau Khathul Istiwa’. Dalam astronomi disebut Equator.
Sejajar dengan katulistiwa atau equator dapat dibuat lingkaran-lingkaran kecil yang sebanyak mungkin, baik di utara maupun di selatan equator hingga mencapai kutub utara maupun kutub selatan. Lingkaran paralel ini disebut garis-garis lintang. Garis lintang yang melalu suatu tempat disebut garis lintang tempat dan jarak antara katulistiwa sampai garis lintang diukur sepanjang garis meridian di sebut lintang Tempat atau Lintang Geografis atau Urdul Balad yang dilambangkan dengan j (phi).
Lintang tempat bagi kota-kota yang berada di utara equator disebut Lintang Tempat Utara atau Lintang Utara ( LU ) dan bertanda positif sedangkan bagi kota-kota yang berada di sebelah selatan equator di sebut Lintang Tempat Selatan atau Lintang Selatan ( LS ) dan bertanda negatif.
 2.  Bujur Tempat

Begitu juga, bumi ini di hayalkan dengan lingkaran-lingkaran besar yang ditarik dari kutub utara sampai kutub selatan. Lingkaran-lingkaran ini disebut Lingkaran Bujur atau Garis Bujur dan atau Lingkaran Meridian/Meridian.
Ada satu garis bujur yang istimewa, yaitu garis bujur yang melewati kota Greenwich di London-Inggris. Garis bujur ini dijadikan titik pangkal ukur dalam pengukuran bujur tempat, sehingga harga bujur yang melewati kota ini bernilai 0o.
Jarak antara garis bujur yang melewati kota Greenwich sampai garis bujur yang melewati suatu tempat di ukur sepanjang equator disebut Bujur Tempat atau Thulul Balad atau Bujur Geografis yang dilambangkan  l (lamda).
Bujur twempat bagi tempat-tempat yang berada di timur Greenwich disebut Bujur Tempat Timur atau Bujur Timur (BT) dan bertanda positif sedangkan bagi tempat-tempat yang berada disebelah barat Greenwich disebut Bujur Tempat Barat atau Bujur Barat (BB) dan bertanda negatif.

                  3.      Deklinasi Matahari

Deklinasi matahari atau Mailus Syams adalah jarak sepanjang lingkaran deklinasi dihitung dari equator sampai matahari, yang dilambangkan dengan do (delta).
Apabila matahari berada di sebelah utara equator maka deklinasi matahari bertanda positif dan apabila matahari berada di sebelah selatan equator maka deklinasi matahari bertanda negatif. Harga nilai deklinasi matahari ini, baik positif maupun negatif  adalah 0o sampai 23o  27o. Harga deklinasi 0o terjadi pada setiap tanggal 21 Maret dan 23 September. Selama waktu ( 21 Maret sampai 23 September ) deklinasi matahari positif dan selama waktu     (23 September sampai 21 Maret) deklinasi matahari negatif.

                   4.    Equation of  Time

Equation of Time atau Ta’dilul Waqti atau Ta’diluz Zaman yang diterjemahkan dengan Perata Waktu, yaitu selisih waktu antara waktu matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata (pertengahan). Dalam ilmu falak dilambangkan e (kecil). Waktu matahari hakiki adalah waktu yang berdasarkan pada perputaran matahari pada sumbunya yang sehari semalam tidak tentu 24 jam melainkan kadang kurang dan kadang lebih dari 24 jam. Untuk mempermudah dalam penyelidikan benda-benda langit diperlukan waktu yang tetap (constant) yakni sehari semalam 24 jam yang disebut Waktu Pertengahan atau Waktu Wasatiy.

5.    Meridian Pass

Meridian Pass (MP) adalah waktu pada saat matahari tepat di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu menunjukkan tepat jam 12 siang. Meridian Pass di rumuskan dengan MP = 12 – e.

 6.  Interpolasi Waktu

Interpolasi waktu adalah koreksi/merubah dari waktu pertengahan menjadi waktu daerah  atau dipahami sebagai selisih waktu antara dua tempat. Dapat dihitung dengan rumus :
Interpolasi Waktu = ( lamda - lamda b ) : 15
Keterangan : lamda b WIB           = 1050 
lamda b  WITA       = 1200
lamda b   WIT        = 1350

 7.   Tinggi Matahari

Tinggi matahari ialah jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihitung dari ufuk sampai matahari. Taua disebut Irtifa’us Syams yang di beri notasi ho       (hight of sun). Tinggi matahari bertanda positif apabila posisi matahari berada di atas ufuk dan bertanda negatif bila matahari berada dibawah ufuk.

8.   Sudut Waktu Matahari

Sudut Waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas samapai matahari berada. Atau sudut pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang melewati matahari.atau disebut Fadh-lud Da’ir yang dilambangkan dengan to.
Harga sudut waktu adalah 0o sampai 180o. nilai sudut 0o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit sedangkan nilai sudut 180o ketika matahari berada di titik kulminasi bawah.
Apabila matahari berada di sebelah barat meridian maka sudut waktu bertanda positif dan apabila berada di belahan langit sebelah timur maka sudut waktu bertanda negatif.

9.   Ikhtiyat

Ikhtiyat atau pengaman yaitu suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu shalat dengan cara menambahkan atau mengurangi sebesar 1 s/d 2 menit waktu dari hasil perhitungan yang sebenarnya. Ikhtiyat dimaksudkan untuk :

·        Agar hasil perhitungan dapat mencakup daerah-daerah sekitarnya, terutama yang berada disebelah baratnya @  menit = +  27.5 km.
·        Menjadikan pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu sehingga penggunaannya lebih mudah.
·        Untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam perhitungan dan menambah keyakinan bahwa waktu sholat telah masuk sehingga ibadah shalat dilaksanakan dalam waktunya.

            C.    Kedudukan Matahari di Awal-awal Waktu Shalat

1.  Waktu Dzuhur, dimulai sesaat matahari terlepas dari titik kulminasi atas, atau matahari terlepas dari meridian langit. Waktu pertengahan pada saat matahari berada di meridian (Meridian Pass) di rumuskan dengan MP = 12 – e.
2.  Waktu Ashar, dimulai ketika bayangan matahari sama dengan benda tegaknya, artinya apabila pada saat matahari berkulminasi atas membuat bayangan senilai 0 (tidak ada bayangan) maka awal waktu ashar dimulai sejak bayangan matahari sama panjang dengan benda tegaknya. Tapi apabila pada saat matahari berkulminasi sudah mempunyai bayangan sepanjang benda tegaknya maka awal waktu ashar dimulai sejak panjang bayangan matahari itu dua kali panjang benda tegaknya. Di rumuskan dengan   h asar  = tan ( phi - delta ) + 1.
3.      Waktu Magrib, adalah waktu matahari terbenam. Dikatakan matahari terbenam apabila – menurut pandangan mata – piringan atas matahari bersinggungan dengan ufuk. Dirumuskan dengan h  mg  = -1o.
4.      Waktu Isya’, dimulai pada posisi matahari – 18o di bawah ufuk malam sudah gelap karena telah hilang bias partikal (mega merah), sehingga benda-benda dilapangan terbuka sudah tidak dapat dilihat batas bentuknya dan pada waktu itu semua bintang baik yang bersinar terang  maupun bersinar lemah sudah tampak, maka ditetapkan sebagai awal waktu isya’  sehingga dirumuskan dengan  h  is  =  - 18o .
5.      Waktu Subuh, ketika posisi matahari berada - 20o di bawah ufuk timur, bintang-bintang sudah mulai redup karena kuatnya cahaya fajar, maka hal ini ditetapkan sebagai awal waktu subuh sehingga dirumuskan h sb  =  - 20o .
6.      Waktu Imsak, dimulai/terjadi 8 menit sebelum subuh artinya seukuran waktu yang diperlukan bagi membaca 50 ayat al-Qur’an. 8 menit sama dengan  2o, maka tinggi matahari pada waktu imsak ditetapkan - 22o  dibawah ufuk sehingga dirumuskan  h  im  =  - 22o .
7.      Waktu terbit, Terbitnya matahari ditandai dengan piringan atas matahari bersinggungan dengan ufuk sebelah timur, sehingga ketentuan yang berlaku untuk waktu magrib berlaku pula untuk waktu terbit. Dengan rumus              h  tb  =  - 1o
8.      Waktu Dluha, dimulai ketika matahari setinggi tombak. Atau diformulasikan dengan jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihitung dari ufuk sampai posisi matahari pada awal waktu dluha, yakni 3o    30o  sehingga di rumuskan  h  dl  =  3o    30o  .